Tuesday, February 18, 2014

Pilih Tuhan atau Merek?

Lagi baca-baca buku buat referensi skripsi, terseliplah tulisan bagus di buku karya Silih Agung Wasesa yang berjudul Strategi Public Relations. Judulnya sama kaya judul post ini.


Pilih Tuhan atau Merek?
Menurut Palgunadi Setiawan, penggagas awal PR di Astra International, Public Relations sejati adalah para nabi utusan Tuhan. Mereka membawakan pesan agama tidak sekadar dengan bicara, tetapi juga dengan tindakan. Edukasi mereka adalah experiential message. Itulah inti edukasi seperti yang kita bahas di bab awal: PR is not about talking, PR is doing. Tapi mengapa banyak pemuka agama yang tidak meneruskan sikap Public Relations yang dimiliki oleh paa nabi pembawa agama? Mengapa kita lebih nyaman dengan atribut merek ketimbang atribut ketuhanan?
Kita lebih nyaman berada di mal daripada di rumah Tuhan. Kalaupun berangkat ke rumah Tuhan, seringkali karena ancaman akan surga dan neraka. Pertanyaannya, apakah hal itu muncul karena pemuka agama tidak lagi mewariskan nilai-nilai Public Relations seperti yang dilakukan oleh nabi dan rasul? Suatu saat, kita perlu diskusi lebih panjang untuk ini. 


Gak. Gak bermaksud sok agamis sih. Tapi menarik aja tulisannya. Jadi kepikiran, bahkan pemuka agama pun perlu untuk menerapkan ilmu PR.

Sunday, December 15, 2013

Lelaki dan Perempuan

"Yaitu, bahwa ada yang tidak beres dengan nilai-nilai masyarakat. Nilai-nilai yang mengharuskan lelaki menjadi pemimpin perempuan. Lelaki dibebani tuntutan tidak proporsional untuk menjadi lebih dari perempuan. Akibatnya, lelaki jadi gampang minder. Dan perempuan dibebani tuntutan tak adil untuk merendahkan diri demi menjaga ego lelaki. Itu sungguh tidak benar dan tidak adil. Sampai dewasa, sampai hari ini, aku tetap mengatakannya: itu sungguh tidak benar dan tidak adil."
-Ayu Utami (Pengakuan Eks Parasit Lajang) 

Who's Your Hero?

"What qualifies someone as a hero? Obviously, a hero has to be someone we respect. A person we look up to. A person who is generous of spirit. Who's willing to grow and learn. Maybe it's the person you love the most in the world or the guy who makes the most out of life, no matter what anyone thinks. Funny, though... the hero in my family is my family, because of who we are together."
-Manny (Modern Family)

Thursday, October 10, 2013

Takdir?

Segala sesuatu yang tidak dapat terjawab selalu berakhir atas nama Tuhan. Misalnya, mengapa seorang anak bisa jadi bajingan padahal orangtuanya santri? Dijawab, itu sudah takdir dari Tuhan. Sebaliknya, jika orangtuanya rusak tapi anaknya begitu baik, dijawab, itulah kuasa Tuhan.Alangkah mudahnya. Tidak adakah penjelasan lain yang lebih memuaskan? Tidak adakah jawaban lain yang lebih masuk akal? Mungkin manusia sudah malas berpikir,
Mereka Bilang Saya Monyet by Djenar Maesa Ayu

Takdir?
Sebenernya masih bingung sih maksud dari takdir yang sebenar-benarnya tuh apa dan gimana.
Jujur, banyak pertanyaan yang masih ngegantung di pikiran gue.

Katanya, dari lahir, bahkan ada yang bilang dari semenjak manusia ditiupkan rohnya, jalan hidup manusia itu udah di gariskan sama Tuhan. Akan jadi apa dia kelak, bahkan dia akan masuk surga atau neraka kelak. Bener gak tuh?

Oke, bukan itu yang gue pertanyain. Tapi justru dari situ awalnya muncul pertanyaan-pertanyaan.

Kalau misalkan jalan hidup manusia udah digarisin sama Allah, trus kenapa Allah memerintahkan untuk beriman dan beribadah kepadaNya. Padahal kan katanya semua udah ditentuin, apakah manusia itu akan masuk surga atau masuk neraka kelak. Trus, apa yang terjadi di dunia ini juga atas kehendak Allah kan? Sesuatu gak akan terjadi kalau tidak atas kuasaNya. Jadi, apapun yang kita lakukan, bisa terjadi juga karena kehendak Allah. Bener gak tuh?

Udah nanya ke beberapa orang. Jawabannya macem-macem.

"Kamu kayak gak diajarin pelajaran Agama deh waktu SD. Kayak orang gak beriman..."

Itu cuman salah satu jawaban dari beberapa orang yang udah gue tanyain. Sakit sih dibilang gitu. Tapi kalo dipikir-pikir ada benernya juga. Karena rendahnya iman gue nih kayaknya.

Ada yang jawab lagi,

"Qada dan Qadar, Vik..."

Iya gue juga tau. Tapi gue cuman sekedar tau tentang Qada dan Qadar, bukannya mengerti bener-bener tentang pengertiannya. Akhirnya gue googling dengan keyword "Qada dan Qadar". Muncul deh tuh bererot. Gue buka beberapa, trus gue baca. Sampe gue nemuin tulisan ini:




Adakah qada' dan qadar memaksa perbuatan kita?
Label: 

Soalan
Saya sering keliru dengan masalah qada' dan qadar. Apa yang sering bermain di fikiran saya adalah mengapa Allah SWT memerintahkan kita untuk melakukan suruhan-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya sedang dalam masa yang sama takdir seseorang telah ditentukan sama ada ke syurga mahupun ke neraka. Misalnya , apa lagi perlunya seseorang itu beramal ibadat kerana bukankah jika dia telah ditentukan Allah sebagai ahli neraka, maka dia tetap akan masuk ke neraka. Mohon ustaz berikan pencerahan.

Jawapan
Persoalan seumpama ini sering timbul disebabkan oleh kejahilan dalam memahami maksud sebenar qada' dan qadar. Seorang muslim yang berilmu pasti tidak akan mudah terpedaya dengan keraguan-keraguan yang sengaja dibangkitkan untuk meruntuhkan keimanannya. Dalam menjawab persoalan ini terdapat dua perkara yang perlu difahami.

Terlebih dahulu setiap muslim perlu memahami apa erti kita beriman dengan qada' dan qadar. Menurut para ulama aqidah beriman dengan qada' dan qadar atau taqdir bermaksud, beriktikad bahawa Allah SWT Maha Mengetahui dengan terperinci berkenaan segala kejadian-Nya sejak azali dan apa yang berkaitan dengannya pada masa akan datang. Seperti Allah SWT Maha Mengetahui bahawa seseorang itu akan mengambil sebab-sebab dan ikhtiar tertentu, lalu dia akan dinilai oleh Allah atas apa yang diusahakannya tersebut. Beriman dengan qada' dan qadar juga bermaksud membenarkan bahawa segala sesuatu terjadi dan berlaku dengan kehendak (iradah) Allah SWT dan bertepatan dengan ilmu Allah SWT yangazali atau bersifat qadim. Ia sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam surah Yasiin ayat 12:

"Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kami tuliskan segala yang mereka telah kerjakan serta segala kesan perkataan dan perbuatan yang mereka tinggalkan. dan (ingatlah) tiap-tiap sesuatu Kami catitkan satu persatu dalam kitab (ibu suratan) yang jelas nyata".

Berdasarkan keterangan ini, dapat difahami bahawa keimanan terhadap qada' dan qadar tidak mempunyai unsur-unsur al-jabr iaitu seseorang dipaksa dalam melakukan sesuatu atau hilangnya kuasa memilih atau berikhtiar. Ini kerana ilmu Allah SWT hanya bersifat menyingkap apa yang akan berlaku dan bukan memaksa supaya sesuatu itu berlaku. Dalam hal ini, tuan guru penulis iaitu Prof. Dr. Qahtan al-Duri sering mengemukakan contoh mudah dengan membuat analogi bahawa ilmu Allah SWT itu adalah seumpama ilmu seorang guru yang amat mengenali setiap anak muridnya, siapa di antara mereka yang akan berjaya dan siapa yang akan gagal berdasarkan pengalaman dan pemerhatiannya. Namun, ilmu si guru terhadap setiap muridnya itu tidaklah menyebabkan mereka berjaya atau gagal, kerana berjaya atau gagalnya mereka itu adalah disebabkan usaha mereka sendiri.

Imam al-Nawawi menukilkan daripada Imam al-Khattabi bagaimana ramai di kalangan orang yang menyangka bahawa qada' dan qadar itu adalah paksaan dan tekanan Allah SWT ke atas hamba-Nya terhadap segala apa yang telah ditakdirkan sedangkan ia tidak seperti yang disangka oleh mereka. Ini kerana maksud (taqdir) itu ialah perkhabaran Allah SWT berkenaan ilmu-Nya yang mendahului tentang segala yang dilakukan oleh hamba-Nya dan ianya terbit dari taqdir-Nya sama ada yang baik atau yang buruk. (Syarh al-Nawawi 'ala Sahih Muslim, j.1, hal. 155)

Seorang sahabat bernama Abdullah bin Umar ditanya tentang orang yang melakukan perbuatan buruk, mereka menjawab ianya dalam ilmu Allah, lalu beliau menjadi marah sambil mengatakan, "Demikian itu dalam ilmu Allah tetapi bukan ilmu Allah yang menyebabkan mereka melakukan perbuatan buruk itu". (Risalah fi al-Tawhid li al-Ta'I, hal. 124)

Maka Allah SWT mengetahui berdasarkan ilmu-Nya yang azali bahawa hamba-Nya akan memilih jalan-jalan yang pelbagai lalu Dia  mempermudahkan pilihan mereka dan memperkenalkannya. Sebagai contoh, apabila seseorang ingin mengangkat segelas air untuk disuakan ke mulutnya, perbuatan mengangkat gelas itu datang dari pilihan atau usahanya sendiri, manakala kuasa untuk mengangkat datang daripada sifat qudrat Allah SWT. Ini bermakna kuasa untuk memilih tetap berada pada tangan seseorang hamba-Nya sama ada mahu memilih perbuatan baik atau jahat, taat atau maksiat, dosa atau pahala dan syurga atau neraka. Kesimpulannya, beriman terhadap qada' dan qadar atau taqdir Allah SWT tidak menafikan kewajipan kita berusaha dan berikhtiar melakukan yang terbaik dalam kehidupan ini. Sikap gemar melepaskan diri dengan cara menyerahkan segala yang berlaku sebagai suratan taqdir tanpa didahului dengan usaha adalah menyalahi seruan Islam supaya kita sentiasa berusaha dan berikhtiar untuk melakukan yang terbaik dalam kehidupan ini.

Antaranya firman Allah SWT dalam surah al-Mulk ayat 15 supaya kita berusaha mencari rezeki dan tidak malas serta bertawakal atau berserah  semata-mata. Begitu juga dengan gesaan Allah SWT supaya kita tidak menjerumuskan diri ke lembah kebinasaan dalam surah al-Baqarah ayat 195. Juga perintah Allah SWT supaya kita berjihad pada jalan-Nya dengan segala macam jalan yang ada dan termampu. Wallahu a'lam

Sumber: http://mufakkir-islami.blogspot.com/2013/02/adakah-qada-dan-qadar-memaksa-perbuatan.html



Oke-oke gue ngerti. Itu kan bagi orang yang beriman kepada Allah. Gimana dengan orang yang udah dari lahir memeluk agama selain Islam? Mereka kan gak minta untuk terlahir sebagai non-muslim. Seperti juga gue. Gue juga gak pernah minta untuk terlahir dari keluarga atau sebagai muslim. Gimana dengan orang-orang pedalaman, di suku-suku terpencil yang bahkan mungkin tahu tentang agama Islam pun enggak. Itu juga udah digariskan sama Allah kan? Apa Allah punya pengecualian buat itu?

Trus, gue juga bingung. Katanya (lagi-lagi katanya), semua orang Islam, pada akhirnya di akhirat nanti pasti akan masuk surga. Walaupun memang jika yang berdosa, akan disiksa terlebih dahulu. Bener gak tuh?

Trus, gimana kabarnya dengan seorang non-muslim? Semua non-muslim pada akhirnya akan masuk neraka. Bener gak tuh? Gimana kalo ada seorang non-muslim yang selama di dunia, dia bener-bener berkelakuan baik, gak pernah sekalipun melakukan kejahatan. Hanya kurangnya, dia gak menyembah Allah. Trus, apa dong balasan atas semua perbuatan baik yang udah dia lakuin di dunia?

Lain halnya kalo ada seorang muslim, tapi selama di dunia, dia itu selalu berbuat jahat, berbuat dzalim. Tapi pada akhirnya akan tetap masuk surga?

Entahlah.

Gue cuma manusia biasa, yang masih cetek pengetahuannya tentang Agama Islam. Gak heran dong kalo gue masih mempertanyakan tentang banyak hal. Everything happens for a reason, rite? Pasti ada alasan dan penjelasan tentang semua itu. Gue aja yang masih belom nemuin semua itu. Mungkin itu alasan Allah nyuruh manusia untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya selama di dunia.

Wednesday, October 9, 2013

Good Thoughts

The Twits by Roald Dahl

Thursday, October 3, 2013

My Wish List


Setiap manusia pasti punya lah ya keinginan-keinginan dalam hidupnya. Gak terkecuali dengan gue. Gue sendiri pun punya kok beberapa keinginan yang harus gue wujudkan, seenggaknya sebelum gue meninggal hahaha yeeaa it sounds cheesy. Ya...semacem kayak di film The Bucket List gitu lah. Cuman bedanya, keinginan gue ini gak muluk-muluk.

Nonton persib
Nyetir bus atau truk
Foto di padang edelweis
Solo traveling
Bungee jumping
Diving
Paralayang
Kenapa nonton persib masuk dalam wish list? Sebenernya udah dari jaman SMA kepengen nyobain nonton bola langsung. Awalnya pengen nonton Persija, karena gue sekolah di Jakarta. Dan udah sering banget liat Jakmania yang menurut gue alay, norak, kampungan. Tapi jadi penasaran juga, kayak apa sih rasanya jadi mereka? Nonton bareng-bareng desek-desekan, nyanyi-nyanyi bareng, teriak-teriak. Trus gue jadi alay, norak, dan kampungan kayak mereka juga dong? Hahaha bodoamat. Namanya juga penasaran. Lalu, berhubung gue itu kan kuliah di Bandung, (hmm...Jatinangor sih sebenernya. Biar keren aja._.) sering ngeliat gerombolan bobotoh berkeliaran, trus kadang mereka suka rusuh ngerusak mobil-mobil plat B. Mereka fanatik banget kan kayanya... Nah jadi gue pengen aja nyobain nonton persib langsung bareng sama gerombolan bobotoh itu. Kaya apa sih rasanya, gimana sih euphoria nya. Agak tolol sih. Apa aja deh yang duluan kesampean, persija persib sama aja. Sampe sekarang belom kesampean sih...
Kenapa pengen nyetir bus atau truk? Ya pengen nyobain aja. Sesimple itu aja sih haha. Nyetir mobil pribadi udah biasa, nyetir motor apalagi. Pengen nyobain yang lain. Kalo kereta atau pesawat terbang kan gak mungkin. Susah._. Yang belom ya nyetir bus atau truk. Kaya apa sih rasanya? Susah gak sih? Pertanyaan-pertanyaan itu deh yang selalu muncul. Ya...sayangnya sampe sekarang juga belom kesampean. Udah sering nanya ke temen-temen kalo ada yang punya kenalan supir truk, juragan metro mini atau kopaja atau bus lainnya. Udah berjuta-juta kali juga mohon-mohon ke mama minta tanyain ke temen-temennya. Nihil. Sampe sekarang belom kesampean. Belom punya kenekatan yang begitu besar sih untuk nanya langsung ke supir bus atau truknya. Suatu saat deh...
Foto di padang edelweis! Nah kalo ini terdengar agak mainstream nih untuk saat ini. Setelah muncul film “5cm” itu, orang-orang jadi ikut-ikutan naik gunung juga. Tapi gue punya keinginan ini bukan karena habis nonton film “5cm” kok (biar dibilang apa sih, Vik? Biar dibilang gak mainstream?). Gak kok! Enggak! Hahaha. Semua tuh berawal waktu gue liat temen gue upload foto di Path. Dia upload foto waktu dia naik gunung Papandayan, dan dia foto juga di padang edelweis. Woah takjub dan terkesima gue (gak sih, gak selebay itu). Nah, dari situ deh pengen banget foto di padang edelweis. Berhubung padang edelweis itu ada di pegunungan, jadi ya mau gak mau harus naik gunung dulu deh. Udah beberapa kali merencanakan naik gunung, tapi rencana itu cuma sekedar wacana. Sekalinya naik gunung, cuma naik Gunung Geulis di Sumedang. Dan itu gak ada padang edelweisnya. Yaa...itung-itung pemanasan dulu lah sebelum naik gunung yang lebih tinggi.
Nah. Ini dia nih list nomor 4. Solo traveling. Keinginan ini juga gak sengaja terlintas di pikiran gue gitu aja sih. Awalnya sih karena gue udah biasa dan sering banget pergi kemana-mana sendirian (kasian...). Having “me time”, kayak ke mall sendirian, belanja sendirian, nonton sendirian. Itu udah jadi hal yang biasa banget deh buat gue, and I enjoy it. Ya...sebenernya karena keadaan juga sih awalnya. Selama 3 bulan (April, Mei, Juni) gue sendiri banget. Biasanya kan berdua mama, tapi mama lagi ke USA buat ketemu keluarga disana dan gue gak ikut gara-gara bentrok sama jadwal kuliah. Miris sih, iya miris banget sob miris. Yang laen liburan, nah elu ngebusuk di Jatinangor. Hampir tiap tahun sih gue ditinggal mama buat ke US untuk beberapa bulan. Jadi ya, udah biasa aja deh. Tapi sebenernya kalo ada mama juga gak ada bedanya sih, tetep aja ngapa-ngapain harus sendiri. Ditambah lagi dengan status gue yang lagi single. Tapi sekarang udah gak single kok (trus kenapa?). Ditambah lagi suka rempong kalo ngajak pergi temen-temen. Rempongnya kenapa? Rempong menyesuaikan jadwal! Jadi ya mendingan pergi sendiri aja. Gak ada deh manja-manja takut sendirian di jalan, gak kepikiran. Pemikiran jaman batu jahiliyah purba megalithikum itu mah (oke, skip). Yang ada gue gak akan kemana-mana kalo mikir kayak gitu mulu. Oke, lanjut!  Nah! (kebanyakan “nah” mulu ye daritadi) selain itu, ada satu alasan lagi yang bikin gue bener-bener pengen solo traveling. One day I bought a magazine, and there’s an article in there that talk about traveling. Judul artikelnya The Perks Of Being Young. Ya intinya sih artikel itu memberi saran untuk manfaatin masa muda lo. Disitu dibilang, manfaatin masa muda lo untuk traveling kemanapun. Emang selalu ada hambatan, saat muda lo punya banyak waktu dan tenaga untuk traveling tapi lo gak punya banyak budget untuk mewujudkan itu. Saat lo udah kerja, lo punya banyak uang dan tenaga, tapi lo gak punya banyak waktu untuk merealisasikannya. Dan saat lo udah tua, lo punya banyak waktu luang dan lo juga punya uang, tapi lo gak punya tenaga untuk bisa traveling sepuasnya. And I found a good quote in that article that said:
“Twenty years from now you’ll be  more disappointed by the things that you didn’t do than by the ones you did do. So throw off the bowlines. Sail away from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover.”Mark Twain.
Dari situ deh gue pengen traveling, manfaatin masa muda gue deh. Walaupun gak banyak budget, gapapa deh jadi backpacker. Gue pernah dua kali pulang dari USA ke Indonesia sendirian. Iya sendirian sob. Karena keadaan juga sih yang memaksa gue  pulang sendirian. Yang pertama itu di tahun 2011 kalo gak salah. Gue pulang naik pesawat United Airlines dari Washington, transit di Narita Jepang, ganti pesawat Japan Airlines, transit lagi di Singapore, baru deh naik Garuda Airlines menuju Jakarta. Yang kedua, gue pulang dari USA naik Turkish Airline dari Washington, transit di Turki, transit lagi di Singapore, dan baru deh ke Jakarta. Kalo cuma sendirian di pesawat trus transit nunggu pesawat gak termasuk solo traveling sih hahahahahahahahahahaha.
Dan untuk mengawalinya, gue merencanakan untuk berlibur ke pulau Dewata bareng temen-temen. Nah, lagi-lagi ini cuma jadi sekedar wacana. Seperti yang gue bilang di atas bahwa kalo ngajak pergi sama temen itu rempong! Rempong menyesuaikan jadwalnya. Udah semangat-semangat, eeeh ujungnya pada gak bisa. Yaudah dari situ gue memutuskan untuk pergi sendiri ke Bali. Iya SENDIRI. Gue langsung beli tiket pesawat dari Jakarta ke Denpasar. Gue berangkat tanggal 30 Juni dan pulang tanggal 4 Juli. Gue gak mikirin gimana nanti gue disana, kalo kebanyakan mikir, ntar yang ada malah gak jadi lagi. Bodo amat deh nanti disana gimana. Palingan nyasar, ya kalo nyasar juga tinggal nanya kan? Haha. Lagi-lagi, gak ada deh manja-manja takut sendirian di jalan, takut kenapa-kenapa. Buang jauh-jauh deh pemikiran itu. Ya...itu sih pendapat gue ya, balik lagi ke pribadi masing-masing deh hahaha.
Bungee jumping, diving, paralayang? Yaudah, satu paket deh tuh. Kenapa pengen itu? Yaudah pengen aja gitu haha. Bungee jumping, paralayang, permainan di ketinggian kan tuh. Nah gue itu takut ketinggian. Ya...conquer the fear lah haha.
Untuk diving, gue udah mewujudkannya. Wooaa bravo bravo. Waktu ke Bali, sekalian aja deh tuh gue ke Tanjung Benoa trus disana gue diving, main jetski, sama parasailing. Main jetski sama parasailing biasa aja ah. Gak seru. Yang seru itu.....diving! Huhuhu akhirnya diving juga. Emang gak keren-keren banget sih biota bawah laut di Tanjung Benoa, ya gapapa lah untuk permulaan. Yang penting ngerasain dulu gimana rasanya diving. Suatu saat gue harus diving lagi, di tempat yang lebih keren, tapi tetep di laut Indonesia Raya dong pastinya. Hiduplah Indonesia Raya...

Seperti Jazz?


Apakah hidup seperti jazz? Kehidupan, seperti jazz, memang penuh improvisasi. Banyak peristiwa tak terduga yang harus selalu kita atasi. Kita tak pernah tahu ke mana hidup ini akan membawa kita pergi. Kita boleh punya rencana, punya cita-cita, dan berusaha mencapainya, tapi hidup tidak selalu berjalan seperti kemauan kita. Barangkali kita tidak pernah mencapai tujuan kita. Barangkali kita mencapai tujuan kita, tapi dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan. Barangkali juga kita tidak punya tujuan dalam hidup in, tapi hidup itu akan selalu memberikan kejutan-kejutannya sendiri. Banyak kejutan. Banyak insiden. Seperti jazz? Entahlah.
JAZZ PARFUM DAN INSIDEN, oleh Seno Gumira Ajidarma. 

Dear, God.


Ceritanya, di tahun 2012 ini Allah ngasih gue dan mama kesempatan lagi untuk ketemu dan kumpul sama keluarga gue yang tinggal di USA. Just fyi, gue anak ke-4 dari 5 bersaudara. Tiga kakak gue dan satu-satunya adik yang gue punya tinggal di USA semua. Papa udah meninggal di tahun 2008 lalu. Well, yang tinggal di Jakarta jadinya cuma gue dan mama. Ya, kami tinggal hanya berdua. Tinggal jauh pula dari sodara-sodara. Gue disini gak akan cerita tentang pegalaman gue selama liburan di USA, gue cuma mau cerita sedikit gimana kehidupan gue sekarang.

Satu persatu orang yang gue sayang pergi. Pertama kakak gue yang pertama milih untuk tinggal dan berumah tangga di USA. Disusul kakak gue yang ke-3 yang milih untuk nerusin kuliah disana. Selang beberapa tahun, tepatnya di tahun 2008, satu lagi orang yang gue sayang harus pergi. Tapi kali ini pergi untuk selamanya. Ya, papa meninggal di tahun 2008 karena sakit kanker paru-paru.

Gak berapa lama setelah papa meninggal, kakak gue yang ke-2 juga mutusin untuk tinggal dan berumah tangga di USA. Jujur, awalnya gue sempet kesel dan gak habis pikir kenapa kakak-kakak gue lebih milih untuk tinggal berjauhan sama mama dan disaat papa juga udah gak ada. Kenapa sih mereka gak stay di Indonesia aja? Papa kan udah gak ada loh, trus siapa yang jagain mama? Ya...tapi yaudahlah ya, mungkin itu udah keputusan yang terbaik juga buat mereka.

Dan.....di tahun 2011, adik gue, Ica, juga milih untuk ngelanjutin high school di USA. Ini nih, yang bener-bener bikin sedih. Di sisi lain, gue ngedukung keinginan adik gue karena mungkin itu juga bagus buat dia. Ya..tapi..di sisi lain..berat banget sebenernya buat gue ngelepas adik gue. Walaupun gue sering banget berantem sama dia, tapi gue sayang banget sama dia. Cuma dia yang kalo di rumah jadi temen ngobrol gue, temen jalan-jalan gue. Begitu juga buat mama. Diantara kelima anak mama, cuma Ica yang paling deket sama mama. Setelah papa meninggal, Ica yang nemenin mama tidur. Mama kalo tidur harus dikekepin sama Ica. Setelah Ica pindah tuh berasa banget sepinya.

Kadang gue suka mikir, kenapa sih waktu itu gue keukeuh banget milih untuk kuliah di UNPAD dimana gue juga harus tinggal jauhan sama mama. Kenapa sih Papa harus pergi secepet ini. Gue masih butuh Papa, Mama juga masih butuh Papa, semua anak-anak Papa masih butuh Papa. Kebanyakan ‘kenapa sih’ mulu ye gue. Dasar lemah. Ngeluh mulu.

Disaat gue satu-satunya anak mama yang bisa diandelin untuk nemenin dan jagain mama terus, gue malahan harus tinggal jauhan juga sama mama. Ini salah satu keputusan yang gue ambil yang masih sering gue sesalkan. Kalo gue kuliah di Jakarta kan gue bakalan selalu ada buat Mama. Setiap gue pulang ke Jakarta, mama tuh seneng banget. Yang biasanya mama jarang masak di rumah karena cuma sendirian di rumah, tapi kalo gue pulang mama selalu masak buat gue. Mama gak pernah marah sama gue, mama itu juga sosok sahabat buat gue, mama itu temen curhat tentang semuuuuaaa keluh kesah gue.

Itu alasan yang bikin gue harus menyempatkan pulang ke Jakarta setiap minggu. Terserah orang mau bilang apa. Mau bilang gue gak ada kerjaan kek tiap minggu pulang, apa kek. Just whatever. I don’t even care. Gue cuma mau nemenin mama. Cuma gue yang mama punya, disaat sodara-sodara dia gak bisa diandelin. Semakin kesini, gue udah gak nyeselin pilihan gue kuliah di UNPAD. Justru memotivasi gue biar cepet-cepet kelarin kuliah biar gak tinggal jauhan lagi sama mama.

Dari kisah hidup gue yang gak ngenakin dan gak sesuai dengan apa yang gue harapkan dan inginkan, gue masih bisa sangat bersyukur masih bisa hidup. Walaupun tinggal berjauhan, gue masih dikasih rejeki dan dikasih kesempatan sama Allah untuk ketemu dan kumpul sama keluarga gue. Gue masih bisa hidup berkecukupan. Gue masih bisa hidup layak, gue masih bisa makan enak, gue masih bisa melanjutkan pendidikan yang layak.

Tapiiii, tetep aja yang namanya manusia gak pernah ada puasnya. Kadang gue suka ngeluh sama Allah. Kenapa sih gue begini? Kenapa sih hidup orang lain lebih enak? Kenapa sih kok begini yaAllah? Kenapa sih? Kenapa? Sampai suatu saat gue pernah baca kata-kata yang intinya gini:

Disaat lo gak suka dan selalu mengeluh dengan kehidupan lo, ada orang lain yang ingin punya kehidupan kaya lo.

Sekarang, tinggal gimana caranya gue bisa manfaatin kehidupan gue sebaik-baiknya. Terdengar klise sih ya. Yaudahlah iyain aja ya haha. Setelah sekarang gue hanya tinggal berdua sama mama, gue harus jadi orang yang selalu bisa mama andalkan. Insya Allah gue akan selalu doain orang-orang yang bener-bener gue sayangin. Semoga Allah selalu jagain mereka dimanapun mereka berada. Well..... The most important thing in my life is my family. And the time when you reallIy miss them, it just feels so sad, and so bad. I’m just waiting for the time when me and my family get together again, and no longer live separately thousand miles away.

Menyeh deh lo, Vik.

Akhir kata nih, kalo kata Avenged Sevenfold:

“Dear God, the only thing I ask of you is to hold her when i’m not around, when i’m much too far away”
“...cause i’m lonely, and i’m tired...i’m missing you again...”

Buat mama, dan buat adik gue satu-satunya yang paling gue sayang. Cirambai T­_T

Wednesday, October 2, 2013

Nilai

Aku jadi tahu bahwa setiap lingkungan memiliki nilai-nilainya sendiri. Di dunia peragawati manusia dipuja berdasarkan panjang kaki yang dimiliki. Di dunia tulis-menulis berdasarkan berapa banyak buku yang dibaca atau ditulis. Di tempat lain dengan kriteria lain. Setiap nilai memiliki pemenang dan pecundangnya masing-masing. Di situlah aku berpikir bahwa, demi keadilan setiap manusia, memang sebaiknya ada banyak sistem nilai. Sehingga, orang yang terpinggirkan di satu sistem nilai bisa mendapatkan tempat di sistem nilai lain. Setidaknya, memperkecil kemungkinan orang terpinggirkan. Tak ada manusia yang ingin terpinggirkan. Dan jangan kita mencoba mencari totalitas nilai. Jangan kita membikin hirarki kesempurnaan. Dari pengalaman inilah aku sungguh-sungguh percaya bahwa keberagaman itu perlu, demi keadilan dan kemanusiaan.
-Pengakuan Eks Parasit Lajang by Ayu Utami

Thursday, September 12, 2013

Mama & Papa

Mama itu sumber kebahagiaan. Sumber kebahagiaan buat gue. Sampai-sampai gue gak begitu inget momen-momen paling berkesan sama mama. Gue justru paling inget jelas momen-momen gak menyenangkan, yaitu waktu gue ditinggal pergi mama dalam waktu yang lama. Kelak, kalo gue ditanya tentang memori paling indah sama mama, pasti gue gak bisa jawab. Karena banyak. Dan gue gak bisa nentuin memori paling indah sama mama. Bisa ngerasain punya mama, dirawat mama, hidup sama mama, itu memori paling indah. Itu berarti, memori seumur hidup gue sama mama, jadi memori yang paling indah. Kalo kata Ayu Utami, "Ia (mama) seperti rahim dan aku bayi. Aku tak bisa melihatnya tapi ketika terlepas darinya aku menjerit mau mati. Ia adalah udara. Aku tak menyadarinya, tapi jika ia tak ada aku tak bisa bernafas." 

Lain halnya kalo gue ditanya momen-momen bahagia sama Papa. Misalnya, waktu gue ulang tahun, papa ngajak ke Toys City dan gue boleh milih mainan apa aja sebagai kado ulang tahun. Dan gue ngambil boneka Barbie, Play Dough, binder Mickey Mouse, boneka rambut kuning. Misalnya lagi, kalo papa lagi duduk di kursi dan pake sarung, gue suka gelayutan di sarungnya kayak main ayun-ayunan. Gue juga suka berdiri sambil nginjek kaki papa trus gue pegangan sama papa trus papa jalan. Jadinya gue jalan di atas kaki papa. Waktu kecil, gue suka dipangku kalo papa lagi nyetir, trus pura-puranya gue yang nyetir mobil. Belagak sok pembalap trus main klakson seenaknya. Dan misalnya yang lain, waktu outbound di puncak dari kantornya, ada games ayah dan anak. Main panjang-panjangan gesper ayahnya.  Trus papa kalah, gespernya pendek banget. Gue sedih. Padahal perut papa itu udah jemblung banget dan gue optimis bakal menang. Gak taunya ada yang lebih jemblung dari papa. Papa juga pernah kelimpungan waktu ditinggal mama ke US. Papa mau sok-sokan masak nasi goreng sehat. Gak taunya rasanya gak enak, gosong, hancur. Gue sedih, karena disuruh makan juga. Tapi itu lucu.

Itu semua beberapa kenangan masa kecil dan remaja gue sama papa. Hal-hal sederhana gitu bisa gue inget karena, papa jarang bisa punya waktu sama anaknya. Papa sibuk kerja cari nafkah. Papa jarang hangat. Semakin gue besar, semakin gue ngeliat papa sebagai wujud kewibawaan. Gue ngerasa enggan sekaligus segan untuk sekedar becanda-becanda sama papa. Gue pun pernah mengalami saat dimana gue sebel, kesel, gondok sama papa. Tapi itu semua udah lewat. Papa udah gak ada. Tapi kenangan-kenangan tentang papa tetep ada. Saat papa udah gak ada, gue baru merasakan penyesalan yang dalem banget. Kenapa dulu gue gak berusaha untuk bisa deket sama papa? Nyesel, yang sampe sekarang kalo keingetan lagi bikin nyesek. Kalo papa bisa baca tulisan ini, Vika pengen papa tau kalo Vika itu sebenernya sayang banget sama papa.